Monday, November 7, 2016

Published 12:48 AM by with 0 comment

Uji Kompetensi UN 2016-2017

      edit

Friday, November 4, 2016

Published 8:31 PM by with 0 comment

Majalah Gratis "Al Kalam" Edisi 001

      edit
Published 8:12 PM by with 0 comment

Muhammadiyah Cabang Rawamangun Pulogadung


Cabang Rawamangun Pulogadung berdiri diawali dengan pengajian yang diadakan di Garasi mobil  Bapak H.M. Syarief. Pengajian dihadiri Bapak-bapak/ Ibu-ibu yang jumlahnya antara 10 sampai 15 orang.  Penceramah antara lain : Bapak Letkol H. Bakri Syahid, Bapak H.S. Projokusumo, dan Bapak H. Amiruddin Siregar.  Untuk meningkatkan kegiatan,  pada tahun 1964 anggota pengajian ini bersepakat membentuk ranting Muhammadiyah Rawamangun dan menjadi salah satu ranting  Cabang Muhammadiyah Utan Kayu.  Pengurusnya terdiri atas  Ketua ; Bapak H. Mohamad. Syarief, Sekretaris : Bapak A. Rahman Romli, Bendahara : Bustami Usman, sebagai ketua Tabligh Bapak Djaelani, dan Ketua Pemuda : Maladin I. Djauhari.  Ketua Ranting ‘Aisyiyah adalah Ibu Djulaiha Sjarief,  Sekretaris ; Ibu Siti Thoyibah Rahman Ramli, dan Bendahara Ibu Bustami. 

Pengurus terpilih mengusulkan kepada PP. Muhammadiyah melalui Wakil PP. Muhammadiyah Daerah Jakarta Raya, untuk mengesahkan Rawamangun menjadi Cabang.  Sementara menunggu ketetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wakil Pimpinan Pusat Muhammadiyah Daerah Jakarta Raya menerbitkan surat keputusan Nomor : 14/WPP/64 tanggal 18 April 1964 yang ditandatangani oleh H.S. Prodjokusumo. 

Pada tanggal 24 Jumadil Awal 1384 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 30 September 1964 PP. Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh H.M. Farid Ma’ruf (Wakil Ketua) dan M. Djindar Tamimy (Sekretaris) mengesahkan berdiri Calon Cabang Rawamangun. Pengesahan Calon Cabang ini didasarkan kepada  (1)  Surat dari Muhammadiyah  Utan Kayu tanggal 23 Maret 1964 dan (2) Surat dari Pimpinan Muhammadiyah Cabang Jakarta Nomor : 027/PTj/04-A/64, tanggal 16 April 1964.

 Kepada Pengurus Calon Cabang Rawamangun ditugaskan untuk melengkapi segala persyaratan dalam waktu satu bulan. Untuk melengkapi persyaratan mendirikan  Cabang  Muhammadiyah Rawamangun, Pengurus Ranting Muhammadiyah Rawamangun berusaha mendirikan dua ranting lagi, yaitu Ranting Muhammadiyah Bali Timur dengan  Ketua Bapak Tarmidi dan Ranting Muhammadiyah Klender dengan  Ketua Bapak Idi. Ranting Rawamangun diubah namanya menjadi Ranting Bali Barat. 

Pengesahan pendirian Cabang Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung ditandai dengan diterbitkannya SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor I.2822/Cab/74.  tanggal  3 Jumadil Awal 1394 bertepatan dengan tanggal 25 Mei 1974Untuk mendukung kegiatan yang mulai berkembang dan makin luas, Muhammadiyah mengupayakan mendapatkan tanah. Bapak Burhanudin mewakafkan uang pinjaman beliau  sebagai amal jariyah,atas tanah seluas 2000 meter  Pengurus berupaya untuk menambah luas tanah. Atas bantuan Bapak Sumedji untuk yang kedua kalinya, Muhammadiyah memperoleh tambahan lahan seluas lebih kurang 1500 meter persegi.  Pada tahun 1965 di atas tanah tersebut dibangun mushalla dengan ukuran 10 x 12 meter persegi, lantai difloor,  berdinding papan. Dengan telah didirikan  Mushalla ini, maka  dimulai pula mendirikan shalat Jumat.Jamaahnya hanya satu shaf.  Di Mushalla ini pula dimulai kegiatan pendidikan dengan mendirikan Madrasah Diniyah.  Muhammadiyah mengupayakan mendirikan ruang kelas sebanyak 2 ruang yang dibangun di samping mushalla

Pada tahun 1969, PCM Rawamangun Pulogadung mengajukan permohonan bantuan gedung kepada  Gubernur DKI Jakarta.  Pengurus  menghadap Bapak H.M. Ch. Ibrahim (anggota BPH DCI). Alhamdulillah, PCM Rawamangun Pulogadung  mendapat bantuan satu unit bangunan yang terdiri dari 6 ruang belajar, satu ruang Kepala Sekolah dan Rumah penjaga sekolah. Serah terima gedung dilaksanakan pada tahun 1970.  Pihak Pemerintah DKI diwakili oleh Bapak Drs. Soewondo (Wakil Gubernur DKI) dan Pihak Muhammadiyah diwakili oleh A Rahman Romli.  Selanjutnya  Mushalla dan ruang 2 kelas yang ada dibongkar. Shalat Jum’at dilaksanakan menggunakan  2 ruang kelas. Gedung baru ini ditempati oleh Sekolah Teknik Islam (setingkat SMP), SD Islam dan TK ‘Aisyiyah.

Pada tahun 1970    Muhammadiyah mendapat bantuan sebidang tanah kapling  di Jalan Rukem Rawamangun seluas 280 meter persegi. Bantuan ini  atas upaya dari Bapak Drs. Sumedji dan Endjo Djahuri. Tanah tersebut diperuntukkan untuk  TK ‘Aisyiyah.

Luas tanah yang dimiliki Muhammadiyah di Jalan Balai Pustaka Barat mencapai 3.495 meter. Karena luas tanah cukup  memadai,  maka Pemda DKI memberikan bantuan gedung satu unit lagi pada tahun 1973. Gedung ini diperuntukkan untuk SD Muhammadiyah 24. Serah terima gedung dilaksanakan pada tahun 1974.  Pada saat serah terima, pihak Muhammadiyah diwakili oleh Drs. A. Nawas Risa  dan pihak pemda diwakili oleh Urip Widodo (Wakil Gubernur DKI).

Untuk memperkuat status kepemilikan tanah, Muhammadiyah mengurus pensertifikatan tanah seluas 3.495 meter ke Agraria DKI Jakarta. Pengurusan untuk memperoleh sertifikat tanah dimaksud Muhammadiyah dibantu oleh Bapak H. Endjo Djahuri (pegawai Agraria DKI Jakarta). Pengurusan pensertifikatan tanah ini menggunakan data kepemilikan foto copy “ferfonding” (kalau tulisannya salah dibetulkan). Akhirnya Kepala Agraria mengeluarkan sertifikat dengan status hak yaitu “Hak Pakai”.

Untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat dan siswa,  pada tahun 1976 Muhammadiyah mendirikan Masjid berbentuk persegi enam seluas 210 meter persegi. Masjid tersebut diberi nama masjid Ar-Rahman.  Ketua Panitia Pembangunan adalah Bapak  H. Iman Anis, SH.   Dana untuk penyelesaian pembangunan  masjid bersumber dari infaq panitia, pengurus, dan masyarakat sekitar.  Bangunan masjid selesai dikerjakan dalam waktu 6 bulan.

Sejalan dengan makin meningkatknya minat masyarakat untuk menyekolahkan putra/putri mereka di SD Muhammadiyah 24, maka kebutuhan ruangan untuk menampung jumlah siswa yang mendaftar bertambah.  Untuk itu pada tahun 1980  Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung membongkar sebagian ruangan yang ada (di sebelah selatan) dan di atasnya dibangun gedung berlantai dua.

Pada tahun 1986 PCM Rawamangun Pulogadung  mengajukan permohonan  izin kepada Pemda DKI Jakarta untuk membongkar bangunan yang terletak di sebelah utara, yaitu bangunan lama berlantai satu. Di atas tanah tersebut  PCM Rawamangun Pulogadung membangun gedung berlantai tiga,   dengan nomor IMB. : 04713/IMB/1985. Bangunan ini  diperuntukkan untuk SMA 11.

Pada tahun 1985 Muhammadiyah Rawamangun mendapat wakaf tanah dari Bapak H. Hermanto Pane di Penggilingan Cakung seluas 500 meter. Tahun 1990 PCM Rawamangun Pulogadung membangun gedung sebanyak empat ruang belajar diperuntukkan  untuk SMP Muhammadiyah 30. SMP Muhammadiyah 30 ini semula dikelola oleh PDM Jakarta Timur. Karena jalannya yang terseok-seok,  tanggungjawab pengelolaannya diserahkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Timur kepada PCM Rawamangun Pulogadung.   Untuk memperluas halaman sekolah pada tahun 1994 PCM Rawamangun Pulogadung membeli tanah seluas 150 meter dari Bapak Drs. H. M. Natsir Bakri.   Selanjutnya  pada tahun 1995 membeli tanah lagi seluas 300 meter, tahun 1999 seluas 165 meter, tahun 2000 seluas 188 meter. 

Tahun 2004 Muhammadiyah membeli tanah di Jalan Bekasi Timur seluas 3646 meter, terdiri atas dua sertifikat. Sertifikat 601 seluas 2530 dan sertifikat 653 seluas 1.116. Di atas tanah tersebut direncanakan dibangun gedung untuk SMA Muhammadiyah 11.


Baca Lengkap
      edit

Thursday, November 3, 2016

Published 6:14 PM by with 0 comment

Demonstrasi 4.11.16: Kecintaan pada Kebhinekaan

Sejarah mencatat bangsa Indonesia dibangun dengan pondasi kebhinekaan – kemajemukan. Soekarno – Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dengan membacakan teks proklamasi, “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia…”. “Kami bangsa Indonesia” bukan “Kami kaum muslim”, atau bukan “Kami orang pribumi”, “Kami bangsa Indonesia” mencerminkan penghargaan terhadap kebhinekaan. Perjuangan menuju kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengindahkan perbedaan-perbedaan, baik kesukuan, agama, ras, dan golongan.
Demonstrasi yang dilakukan “Pencinta Kebhinekaan” pada tanggal 4 November 2016 berasal dari berbagai daerah menuju Masjid Istiqlal Jakarta – meetingpoint. Agenda khusus demonstrasi – aksi damai ini adalah memperjuangan keadilan hukum bagi terduga penista agama yang dilakukan oleh pejabat publik – Gubenur DKI Jakarta – Basuki Tjahaja Purnama – Ahok.
Aksi ini didasarkan pada kecintaan bangsa Indonesia terhadap kesatuan NKRI, bukan tunggangi oleh kepentingan politik semata. Memperjuangkan kebhinekaan jauh lebih penting dibandingkan kepentingan politik golongan. Diharapkan dikemudian hari tidak ada lagi orang atau golongan yang akan mengancam NKRI – hukum harus ditegakan!.
Baca Lengkap
      edit

Wednesday, November 2, 2016

Published 12:32 AM by with 0 comment

Mendidik Ala Nabi



"Peran kaum guru dalam perubahan, seperti keberadaan nabi-nabi tanpa senjata." – Niccolo Machiavelli, Filosof Italia, 1456-1527.

SAAT ini masyarakat semakin memberhalakan harta dan jabatan, hidup dengan kepentingan-kepentingan individual tanpa peduli sesama. Kekerasan berlabel SARA sudah tak terhitung jumlahnya. Lalu apa solusinya? Menurut para filosof, "pendidikanlah" senjata paling ampuh untuk menepis serangan radikalisme, hedonisme, dan eksklusivisme semacam itu.
Pendidikan sebagai sarana humanisasi diharapakan mampu melahirkan wakil-wakil (khalifah) Tuhan untuk mengatur alam semesta dan peradabannya. Tentu peradaban yang selalu memihak pada kebenaran, keadilan, melawan kebatilan, kesenjangan, kebodohan, dan keserakahan (korupsi), serta menghapus hukum rimba, seperti yang dikatakan Thomas Hobbes (1588- 1679), manusia adalah pemangsa manusia lainnya, "homo homini lupus". Kemudian diganti dengan "homo homini socius", manusia adalah adalah sahabat bagi sesama.
Kehadiran kaum guru, sejatinya seperti diutusnya para pahlawan ke muka bumi. Sebagai penyelamat dari belenggu yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan di atas. Lalu, apa saja tugas guru dalam menyelamatkan (salvation) manusia dari kehancuran dan kebinasaan?
Peran Strategis
Pertama, guru yang baik akan selalu menjadi pelita (rahmat) bagi alam semesta. "Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS 21:107).
Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, guru harus mendidik murid-muridnya dengan kasih sayang. Sebagaimana Tuhan mengutus para nabi kepada seluruh manusia sebagai bentuk kasih sayang-Nya yang terbesar.
Pendidikan harus dilakukan dengan proses lemah lembut dan kasih sayang. Ketika murid telah mencintai gurunya, maka proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan harmonis. Apabila kenyamanan berkomunikasi sudah terjalin, maka transmisi pengetahuan dan nilai serta internalisasi karakter pun mudah melekat pada jiwa anak.
Mendidik anak dengan cinta tidaklah mudah. Diperlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Namun, bukan berarti dengan kesulitan itu lantas guru seenaknya saja. Diperlukan strategi khusus untuk melakukan itu. Misalnya, dengan melihat kemampuan dan potensi siswanya dengan baik, fleksibel, dan tidak terlalu protektif kepada anak. Pun pembelajaran yang dilakukan harus rileks dan menyenangkan (joyful study).
E Handayani Tyas (2013) mengatakan, guru diharapkan dapat menjadi pendidik yang memenuhi tiga kunci, yakni dasar pendidikannya adalah kasih sayang, syarat teknisnya adalah saling percaya, dan syarat mutlaknya adalah kewibawaan.
Pendidikan yang dilakukan dengan kasih sayang akan melahirkan pengasih-pengasih selanjutnya, generasi yang peka dengan keadaan sosial, demokratis, inklusif, toleran, penuh persaudaraan dan perdamaian. Bukan generasi angkuh, egois, dan radikal.
Kedua, guru memberikan petunjuk ke jalan yang benar. "Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan." (QS 35:24).
Salah satu tugas guru adalah sebagai mursyid, yakni pembimbing ke arah kebaikan, penuntun ke jalan hidup yang benar. Syarat untuk menjadi guru yang mursyid adalah harus memiliki wawasan luas tentang berbagai disiplin ilmu, memiliki kejernihan hati, sikap kesederhanaan dan ikhlas.
Mursyid dalam ilmu tasawuf biasanya disematkan kepada guru sufi, yaitu orang yang ahli memberi petunjuk dalam bidang kebatinan. Para mursyid dianggap golongan pewaris para nabi dalam bidang penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs).
Dengan peran mursyidnya, guru diharapkan mampu mencetak manusia yang memiliki hati, sifat, ucapan, dan perilaku yang bersih dan suci. Bersih dari kedengkian, ketamakan harta, pemujaan jabatan, dan korupsi.
Ketiga, guru memberi peringatan kepada murid-murid dan masyarakat. "Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS 6:48)
Guru adalah kaum intelektual yang membantu murid-muridnya untuk mencapai tujuan pendidikan dan kebenaran sejati. Namun perlu diingat, guru juga manusia biasa, bukan malaikat. Seperti nabi yang hanya sebagai penyampai pesan dan pemberi peringatan bagi kaumnya.
Proses belajar-mengajar harus dilakukan tanpa unsur paksaan. Memaksakan kehendak anak didik dalam belajar tak akan memberi bekas sedikit pun bagi perkembangannya. Seperti dakwah para nabi kepada umatnya yang dilakukan dengan pendekatan persuasif tanpa paksaan, apalagi kekerasan. Dakwah pada hakikatnya meyakinkan manusia agar selalu berjalan dalam koridor kebenaran. Dakwah bukan mencerca, mengejek, mengancam, atau bahkan meneror.
Keempat, guru menjadi teladan yang baik. "Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak." (HR Ahmad). Salah satu faktor penting keberhasilan para Nabi dalam mendidik dan membimbing umatnya, sebelum berdakwah mereka telah menjadi living model (teladan). Mereka adalah orang-orang pertama yang melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Dengan itu umat pun mudah mengamalkan dan meniru ajarannya.
Sesuatu yang akan membingungkan murid bila ucapan guru dan perilakunya berbeda. Murid-murid tak tahu siapa yang harus dicontoh, dan apa arti dari keluhuran budi dan kemuliaan akhlak. (Syafi’i Antonio, 2009: 195).
Akhir kata, guru sebagai pahlawan dan pewaris para Nabi memiliki peran besar dalam pencerdasan, pencerahan, dan penyelamat bangsa dari keterpurukan moral manusia yang gila harta, pemuja jabatan, wanita, dan korupsi. Wallahu A’lam Bishawab! -Edi Sugianto-



Baca Lengkap
      edit