Tuesday, November 1, 2016

Published 9:07 PM by with 0 comment

Kyai Ahmad Dahlan, Pendiri Kepanduan Hizbul Wathan



        Tujuh tahun setelah berdirinya Muhammadiyah, pada tahun 1918 dibentuklah kepanduan Hizbul Wathan (baca HW). Berdirinya HW jelas melalui proses yang cukup lama dipersiapkan. Sang Kyai (KH Ahmad Dahlan) setelah sukses mendirikan Muhammadiyah, beliau merasa gelisah melihat anak pribumi yang jauh dari disiplin, kotor, berpakaian jauh dari kesan bersih dan perilaku hidup sehari-hari yang tidak teratur.Beliau sering keliling di luar keraton Yogyakarta melihat masyarakat miskin bangsa sendiri yang hidup memprihatinkan. Sebagai ustad dan berpendidikan agama Islam yang langsung belajar ke Tanah Suci, tentu saja beliau merasa terpanggil untuk memperbaiki kehidupan bangsanya sendiri.
      Selesai shalat subuh, suatu hari Sang Kyai berjalan-jalan menghirup udara pagi yang segar. Tanpa beliau rencanakan, sampailah melewati asrama tentara Belanda. Dari luar pagar asrama beliau tertarik memperhatikan puluhan anak-anak Belanda yang sedang berlatih baris-berbaris dan upacara menaikkan bendera. Baju anak-anak tersebut terlihat rapi, bersih, dan seragam. Dari kejauhan terlihat gagah dengan barisan yang teratur. Sangat menarik hatinya. Belakangan, beliau baru paham kalau yang beliau saksikan pagi itu adalah organisasi kepanduan yang dibentuk oleh pemerintah  Hindia Belanda yang disebut Patvinder atau Kepanduan. Setelah cukup lama beliau menyaksikan, timbullah ide di pikirannya. Sambil berjalan menuju ke rumah, beliau berpikir sebaiknya Muhammadiyah juga mendirikan kepanduan yang khusus untuk anak-anak pribumi.
      Kepanduan HW akhirnya berdiri. Kata Hizbul Wathan diambil dari kosa kata bahasa Arab, yang uniknya bukan Sang Kyai yang memberi nama HW tapi justru dari anggota biasa Muhammadiyah.Hal ini juga terjadi pada pemberian nama Muhammadiyah yang juga diberikan oleh salah seorang murid beliau yang juga jadi pengurus Muhammadiyah.Hizbul Wathan bisa diartikan pembela tanah air atau boleh juga diartikan cinta pada tanah air. Kata HW ada kesan The Hero, nasionalisme terhadap tanah air siap berjuang untuk bangsa dan negara. Keren kan? Apalagi pada masa HW berkembang di masa itu, datanglah seorang anak muda yang bernama Soerdirman yang juga berprofesi sebagai guru, ikut bergabung dengan melatih HW dan mengajarkan hormat yang dipakai sampai saat ini secara nasional. Soedirman akhirnya dikenal sebagai Panglima Besar TNI dan berjuang mempertahankan kemerdekaan RI sampai akhir hayatnya. HW dan Muhammadiyah tentunya bangga dengan kebesaran nama Panglima Basar Jenderal Soedirman yang merupakan didikan HW dan Muhammadiyah.
     Ketika HW berkembang di Kesultanan Yogyakarta, Patvinder milik belanda menawarkan kerja sama dengan cara bergabung dan disatukan. Dengan cerdas dan sopan Kyai menolak ajakan itu. Patvinder tak patah semangat, lalu mengajak dengan cara lain yaitu mengajak latihan bersama. Hal ini juga ditolak oleh Kyai karena tak ingin ajaran HW yang utama yaitu Al Islam menjadi terancam dan dibonsai oleh Patvinder. Tidak juga mau menyerah, Patvinder mengundang Kyai dalam pertemuan ulang tahun Patvinder. Sebaliknya, Kyai juga harus mengundang Patvinder dalam ulang tahun HW. Yang terakhir ini kyai tidak keberatan tapi tetap menjaga jarak dengan cara yang baik.
     Sepeninggal Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Jenderal Soedirman HW terus berkembang di seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah dan di masyarakat umum.Tahun 1964 melalui instruksi Presiden Soekarno berdirilah Pramuka. Semua bentuk kepanduan harus melebur ke dalam Pramuka. Yang menolak akan diambil tindakan tegas alias dicabut izinnya,yang membangkang akan ditangkap atau dikriminalisasi. Untuk menyelamatkan eksistensi HW, pengurus Muhammadiyah dan HW sepakat membekukan kegiatan HW dengan waktu tak terbatas. Pentolan-pentolan HW yang terkenal diwajibkan masuk ke Pramuka untuk membesarkan nama Pramuka. Sejak itulah, semua kepanduan lebur ke dalam Pramuka dan satu-satunya menjadi kepanduan di tanah air.
     Setelah reformasi 1998, yang waktu itu dimotori oleh Dr. Amien Rais untuk menurunkan kekuasaan Orde Baru yang presidennya adalah Soeharto, para pentolan HW yang berkiprah di Pramuka kembali membangkitkan HW yang lama tertidur panjang selama puluhan tahun. Soeharto dan Orde Barunya tetap tak mengizinkan HW eksis kembali. Tahun 2000 momentum kebangkitan HW dikumandangkan. Tokoh-tokoh HW yang berada di Pramuka kembali ke kandang utamanya. Mereka bahu-membahu membangkitkan HW dari tidur panjangnya.Usia mereka yang telah lanjut, tak menghalangi mereka untuk terjun langsung membina HW yang terlanjur hampir dilupakan sama sekali. Melalui keran kebebasan yang disuarakan tokoh reformasi Amien Rais dan kawan-kawannya, Pengurus Pusat Muhammadiyah pun mengeluarkan instruksi agar kembali mengaktifkan HW di seluruh tanah air.Keran kebebasan telah dibuka!
      Sebenarnya HW hampir dijegal kembali oleh Undang-Undang Pramuka. Melalui Menteri Pemuda dan Olahraga HW diminta untuk tetap di dalam Pramuka. Tokoh HW mencoba beraudensi dengan sang menteri, tapi gagal karena sang menteri tetap bersikukuh HW harus masuk Pramuka.Siapa sih menterinya? Beliau adalah Dr.Andi Malarangeng pada tahun 2010. HW berbalik mengancam kalau sang Menteri berani mengusik HW. Para tokoh HW siap membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji keabsahan Undang-Undang Pramuka. Untunglah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tak meratifikasi Undang-Undang Pramuka.Meskipun malu-malu kucing, pemerintah tak mungkin lepas tangan, karena HW membina generasi remaja dan pemuda menjadi kader bangsa. Apanya yang salah? Mungkin ini hanya persoalan gengsi saja. Toh, HW telah melaksanakan Jambore sebanyak 3 kali setelah Orde Reformasi yaitu tahun 2005 di Malang, Jawa Timur, tahun 2010 di Kaliurang, Yogyakarta, dan tahun 2015 di Bantimurung, Sulawesi Selatan.Semua difasilitasi oleh Pemda setempat.
     Gerakan kepanduan HW merupakan gerakan pembinaan generasi yang mungkin tertua di tanah air, jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Ciri hormat pada bendera direkayasa oleh HW yang diajarkan oleh Jenderal Soedirman. Kegiatan HW pada prinsipnya sama dengan kepanduan di seluruh dunia, melatih anak hidup di alam terbuka dengan menjaga kelestarian alam, mencintai, dan hidup bersama dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Pandu HW dan Janji Pandu HW. Semua diawali dengan nama Allah dan Rasul-Nya. Sayangnya tempat berlatih HW di sekolah kita memang kurang memadai. Sulit sekali mencari lapangan terbuka berupa tanah lapang yang tidak ditutupi beton.
    Mencari pelatih HW yang masih muda dan enerjik untuk saat ini sangat sulit sekali. Yang tua-tua tentu sulit diharapkan secara langsung turun ke lapangan. Sementara generasi muda Muhammadiyah tampak tak tertarik menekuni kegiatan HW. Ironisnya, HW disekolah-sekolah Muhammadiyah melalui instruksi PP Muhammadiyah diwajibkan. Daya dukung dan sarana yang tersedia juga sulit. Mencari pelatih yang fresh dan siap di lapangan ibarat mencari jarum ditumpukan jerami.Sulit! Tentu tetap ada jalan keluar, kalau kita mau HW ini tetap lestari. Di sisi lain, ada kewajiban semua guru ikut mendukung kegiatan HW, tapi di Rawamangun, kenyataannya , jauh panggang dari api. Pembina dilarang mengeluh, karena salah satu janji HW adalah: HW itu melaksanakan perintah dengan tidak mengeluh.
      Kembali pada cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mendirikan HW. Inilah adalah tantangan bagi Muhammadiyah dan tokoh-tokoh HW yang umumnya telah berusia lanjut dan sepuh.Kuncinya adalah Regenerasi. Tapi, apa tandanya? Untuk daerah ibu kota(DKI Jakarta) semestinya HW lebih mudah dalam berkiprah. Dana dan sumber daya manusia juga cukup. Nyatanya, HW susah sekali menyatukan langkah karena masing-masing kabilah bergerak sendiri. Ada saja orang-orang yang mengail di air keruh. HW dikambinghitamkan sehingga sulit mencari format kegiatan yang kondusif. Saya kira perlu tetap mempertahankan eksistensi HW agar tetap mejadi benteng bagi pembinaan generasi remaja dari terkaman narkoba, maksianisasi, dan miranisasi.
      Sebenarnya kalau dicermati keinginan Kyai Ahmad Dahlan dalam membentuk kepanduan HW di bawah payung besar Muhammadiyah, penulis kira sederhana saja.Pertama, beliau menginginkan pembelajaran Agama Islam bisa ditanamkan dengan contoh langsung tanpa melalui ceramah seperti sholat, puasa, kebersihan diri dan busana. Cinta pada lingkungan, salah satu yang beliau tanamkan dengan cara menjaga kebersihan. Tidak membedakan kaya dan miskin, bersama-sama menegakkan ajaran Islam dari sumbernya langsung, Al Qu’ran dan As Sunnah Rasul-Nya.Islam yang toleran dengan  saudara sebangsa dan setanah air meskipun berbeda agama dan keyakinan. Memegang teguh ajaran Islam meskipun dunia dan zaman akan selalu berubah.HW rasanya tepat untuk mendidik generasi Islam yang tangguh, yang tak lekang karena panas, dan tak lapuk karena hujan.
      Kedua, HW harus mampu hidup di alam meskipun dengan cuaca yang terkadang ekstrim seperti di pegunungan atau disiram hujan badai. Begitulah pelatihan HW yang diajarkan oleh generasi HW yang paling awal dan generasi berikutnya. Berkemah , tidur,beribadah, makan, dan minum dilakukan dengan penuh semangat tanpa mengeluh. Tentu saja tetap berusaha menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dan marabahaya yang mungkin akan menghadang, tetap diperhitungkan, seraya memohon kepada Allah SWT agar terhindar dan bisa mengatasi dari semua kesulitan tersebut.
     Ketiga, kegiatan HW juga mendidik pesertanya agar mempunyai keterampilan kepanduan seperti tali-temali, mencari jejak, macam-macam bentuk sandi, morse, kompas, dan obat-obatan sederhana. Mampu mendirikan tenda dan memasak makanan untuk kebutuhan regu.Bekerja sama dalam regu yang dipimpin ketua regunya merupakan bentuk cikal bakal mengejawantahi organisasi yang solid dan terpadu yang sarat dengan jiwa sosial, mampu menolong diri sendiri dan orang lain dengan ikhlas.Itulah bentuk-bentuk pelatihan HW yang nantinya menghasilkan manusia yang tangguh menghadapi  

Perkembangan HW di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun
     Bagaimana perkembangan HW di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun? Pertanyaan ini perlu sedikit dipaparkan agar bisa dipahami oleh Stakholder agar jangan ada yang keliru memahaminya.Rawamangun ikut bergerak mengaktifkan kembali HW dengan mengirim beberapa orang guru SD, SMP, dan SMA mengikuti pelatihan di Cisarua-Puncak. Pada saat itu Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 31, Drs. H. Nasir Hamzah juga ditunjuk sebagai inisiator di Rawamangun untuk membangkitkan HW kembali setelah keran demokrasi dibuka oleh Prof.Dr.H.M.Amien Rais MA yang waktu itu menjadi ketua MPR RI.
     Sejak tahun 2000 itulah kebangkitan HW mulai terlihat di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun. Ada yang masih belum paham apa itu HW? Penulis sendiri sama bingungnya dengan guru-guru di lingkungan Perguruan Muhammadiyah.Setelah mengikuti pelatihan(upgrading)baru paham apa itu HW. Di pelopori oleh SMP Muhammadiyah 31 dibentuklah Qabilah HW di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun. Mengapa SMP Muhammadiyah 31memelopori? SMP Muhammadiyah 31 memang lebih mempersiapkan diri untuk melaksanakan kegiatan HW setiap  minggu meskipun dari tahun ke tahun waktu kegiatan berubah-ubah, tapi tidak pernah vakum.Tahun 2010, untuk pertama kalinya SMP Muhammadiyah Rawamangun dikirim mengikuti Jambore Nasional(Jamnas)HW di Kaliurang, Yogyakarta atas nama Perguruan Muhammadiyah Rawamangun. Dan di tahun 2015 kembali SMP Muhammadiyah 31 dikirim mengikuti Jamnas HW di Bantimurung, Sulawesi Selatan.Ini semakin mempertegas bahwa HW harus terjaga eksistensinya dan diharapkan lebih kreatif.
      Sampai hari ini SMP Muhammadiyah 31 konsisten melaksanakan kegiatan HW. Setiap hari Rabu HW melaksanakan kegiatan dan latihan meskipun tempat latihan terbatas. Yang wajib mengikuti kegiatan HW di SMP Muhammadiya 31 adalah kelas 7. Orang tua telah diinformasikan bahwa putra-putrinya yang di kelas 7 diwajibkan mengikuti kegiatan HW karena nilai ekstrakurikuler HW merupakan salah satu syarat untuk kenikan kelas.Di samping itu HW juga melaksanakan perkemahan Sabtu-Minggu(Persami) sekaligus pelantikan anggota baru.Dalam setahun dilaksanakan sekali agar tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di sekolah. Waktunya diambil sekitar 2-3 bulan sebelum ulangan umum.
     Semua kegiatan HW pada dasarnya sama dengan kegiatan Pramuka. Nilai tambah HW adalah pembelajaran pada praktik ibadah wajib dan sunnah agama Islam. Ini adalah syarat mutlak. Semua kegiatan harus dilandasi dengan syariat Islam yang langsung dipraktikkan. Keterampilan HW dibagi dua secara garis besar: Praktik ibadah Agama dan keterampilan Kepanduan yang harus dikuasai oleh seorang pandu,Untuk tingkat SMP kepanduan HW disebut Pengenal terdiri dari: Pengenal Purwa, Pengenal Madya, dan Pengenal Utama.Ujian kenaikan tingkat dilaksanakan berdasarkan kemampunnya dalam praktik ibadah dan hafalan ayat-ayat Al Quran yang telah dikuasai.Yang kedua adalah kemampuan menguasai keterampilan kepanduan yang seyogianya harus dikuasai.
      Itulah sekilas kegiatan HW di  Perguruan Muhammadiyah Rawamangun. Harapan penulis, jangan sampai apa yang telah dicapai sekarang menjadi sia-sia karena sulitnya mencari  pelatih yang enerjik dan handal, akhirnya HW  menjadi korban. Harapan ada ini tentu diletakkan pada pundak pengurus Majelis  Dikdasmen jika HW ingin tetap eksis. Di sekolah-sekolah Negeri Pramuka diwajibkan, mengapa tidak  di sekolah-sekolah  Muhammadiyah, HW seharusnya diwajibkan meskipun tak mendapat perhatian dari pemerintah. Semoga ini menjadi ketetapan Pengurus  meskipun pengurus yang sekarang akan mengalami regenerasi pada bulan Agustus 2016.
Usul dan Saran
      HW lahir dan besar tanpa bantuan apa pun dari siapa pun. Ini tidak berarti HW menolak kerja sama dengan pihak mana pun terutama pemerintah. Tujuan HW adalah mendidik anak bangsa agar berguna bagi agama dan bangsa yang besar ini. Sebaiknya HW bersifat inklusif dan jangan eksklusif. Tidak menutup diri dari ajakan membangun bangsa ini asal keyakinan agama tidak direduksi oleh pihak-pihak yang anti Islam. Gerakan HW memang berdasarkan agama Islam yang rahmatan lil’alamin, tapi tidak berarti HW menolak kerja sama dalam bentuk mu’amallah dengan saudara-saudara sebangsa yang non-Muslim. Kesepahaman dalam berbangsa itu penting, karena bangsa ini dibangun atas bermacam-macam agama dan keyakinan yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
   HW harus siap melanjutkan cita-cita Muhammadiyah yang telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan lintas negara. Peninggalan Sang Kyai, dalam buku novel dan film disebut Sang Pencerah harus dipertahankan warga dan pengurus Muhammadiyah. Dua warisan besar Kyai Haji Ahmad Dahlan: Muhammadiyah dan HW jangan sampai hilang ditelan zaman karena tongkat estafet terputus. Bahayanya adalah, pengurus Muhammadiyah dan HW tergerus mentalnya oleh iming-iming materi, kedudukan, dan eksistensinya di luar Muhammadiyah, maka pembinaan HW akan terancam. Matahari yang terang bersinar dengan kilauan cahayanya akan meredup. Tentu semua Pengurus yang berjiwa Muhammadiyah dan HW akan menangis. Semoga itu tidak terjadi. Wallahu alam bissawwab (Herifial Sikumbang)





      edit

0 comments:

Post a Comment