Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Cilacap kini bersiaga 24 jam memantau ancaman gempa dan tsunami dari
wilayah pesisir. "Kami berharap rentetan gempa yang terjadi belakangan
tidak berpengaruh pada zona subduksi ini," kata Suherman, sekretaris badan
tersebut.
Dia merujuk gempa Simeuleu (Aceh) berkekuatan 8,5
skala Richter pada 11 April dan gempa Banten berkekuatan 6,5 skala Richter yang
terjadi empat hari kemudian. Zona subduksi lempeng Eurasia (tempat di mana
Pulau Sumatera dan Jawa menjadi bagiannya) dengan lempeng samudra
Indo-Australia berada 273 kilometer dari pesisir Cilacap.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Serang
mencatat gempa yang terjadi pada Ahad pukul 02.26 WIB berada di 95 kilometer
barat daya Pandeglang, Banten. Kedalaman gempa sekitar 10 kilometer dan tidak
berpotensi tsunami.
Menurut Danny Hilman Natawidjaja dari LabEarth
Geoteknologi, LIPI, lokasi sumber gempa diperkirakan berada di zona subduksi,
tapi tidak dekat dengan garis patahan. "Gempa Aceh beberapa hari lalu ada
kemungkinan menjadi pemicu gempa di Banten pada bagian patahan yang
bergerak," kata dia.
Apakah ini membenarkan teori gempa
bersahut-sahutan? Rovicky Dwi Putrohari, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia,
menjelaskan, setelah gempa dahsyat di Aceh pada Desember 2004, membangunkan
kembali sesar-sesar yang ada. "Yang sedang terjadi saat ini adalah gempa
yang bersahut-sahutan di antara sesar-sesar di lempeng Indo-Australia dan
Eurasia itu," ujar dia.
Namun pakar gempa dari ITB, Irwan Meilano,
mempunyai data dan analisa berbeda. Dari data USGS dan pemantau gempa di
Jerman, kedalaman sumber gempa Banten lebih dari 10 kilometer. Kedalamannya
40-60 kilometer lebih. "Soal kedalaman sumber gempa memang tidak mudah
didefinisikan. Tapi, melihat lokasi dan mekanismenya, sekitar 40 kilometer,"
ujar dia.
Dari indikasi berupa guncangan gempa yang terasa
hingga ke Jakarta dan Bekasi, Irwan yakin kedalaman sumber gempa lebih dari 10
kilometer. Titik sumber gempa itu masih berada di atas lempeng Indo-Australia,
yang masuk ke bawah lempeng Eurasia. Terjadi di ujung utara dari bidang kontak
dua lempeng tersebut. Ciri-cirinya, kata dia, terlihat dari arah jurusan gempa
di atas 300 derajat dan mekanismenya sesar naik atau thrust.
Gempa serupa dari daerah perairan barat daya
Banten itu, kata Irwan, pernah terjadi 4 kali pada 2010, sedangkan pada 2011
muncul lagi pada 12 Januari dan 30 Desember. Irwan dan pakar gempa sejawat
menduga ada potensi ancaman gempa besar (megathrust) di kawasan itu.
Dari buku Katalog Gempa Bumi Merusak Tahun
1629-2006, yang dibuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, ada
empat riwayat gempa di wilayah Banten yang tercatat. Pada 27 Februari 1903,
lindu berskala VI MMI (Modified Mercally Intensity) mengakibatkan retakan pada
dinding bangunan.
Skala intensitas yang mengukur tingkat kerusakan
akibat gempa itu berdasarkan pengamatan saksi mata. "Saat itu magnitude
gempanya tidak terlalu jelas, ada kemungkinan di atas 8," kata Irwan.
Pada 12 Mei 1923, gempa berskala VII MMI merusak
bangunan di beberapa tempat di Banten. Selain itu, menara air di Pelabuhan Ratu
dilaporkan roboh. Getaran gempa terasa di Jawa Barat, Krui Lampung, dan
Sumatera Selatan.
Lindu pada 9 September 1974, berasal di kedalaman
51 kilometer, berkekuatan 6,1 skala Richter, menimbulkan keretakan rumah,
bangunan roboh, dan getarannya terasa hingga ke Sumatera Selatan, Lampung, dan
Jakarta.
Gempa pada 21 Desember 1999, berpusat di kedalaman
73 kilometer, berkekuatan 6,2 skala Richter, mengakibatkan lima orang meninggal
di Pandeglang, 17 orang luka, sejumlah rumah roboh dan retak, atap berjatuhan,
umumnya di sepanjang pantai Selat Sunda. Daerah paling parah berada di
Panimbang.
Gempa yang terjadi di Banten, Ahad lalu,
membuktikan bahwa segmen Selat Sunda masih aktif. Setelah gempa gempa dan
tsunami di Aceh pada Desember 2004, segmen ini selalu dikatakan bahwa ada
seismic gap.
Menurut Irwan, ada dua kemungkinan pada daerah
seismic gap atau kekosongan kegempaan. Pertama, data tidak ada karena memang
tidak ada potensi yang menghasilkan gempa besar.
Kedua, gempa-gempa kecil tersebut merupakan
tahapan akumulasi energi gempa. Jika ini yang terjadi, kata Irwan, pada seismic
gap tersebut memang tersimpan potensi gempa besar.
Segmen di zona subduksi yang juga bernama Selat
Sunda Megathrust ini dimulai dari Lampung sampai Banten. Jika terjadi gempa,
perkiraan gempanya hingga 8,7 skala Richter dan dapat mengakibatkan gelombang
tsunami (Sumber: koran.tempo.co).
0 comments:
Post a Comment