Saturday, January 21, 2017

Published 3:09 AM by with 0 comment

Ketika Indonesia "Mendamaikan" Filipina dan China...

Perwakilan Indonesia dalam sidang Komite Penyusunan Draf ASEP ke-9 berhasil "mendamaikan" Filipina dan China terkait isu Laut Tiongkok Selatan.
Ketika Indonesia ''Mendamaikan'' Filipina dan China...Wilayah perairan dalam garis putus-putus di Laut Cina Selatan yang diklaim Tiongkok. (BBC Indonesia)
Penyelenggaraan Asia-Europe Parliamentary Partnership (ASEP) ke-9 sempat diwarnai "ketegangan" antara Filipina dan China. Hal itu terjadi saat sidang Komite Penyusunan Draf (Drafting Committee) di Gedung Parlemen Mongolia, Ulaanbaatar, Rabu (21/4/2016).
Ketegangan berawal saat pembahasan Draf Deklarasi ASEP ke-9 masuk ke dalam poin ke-17. Parlemen Filipina menilai jika draf terakhir yang telah direvisi terlalu general.
Adapun bunyi draf tersebut yaitu "Parlemen ASEP perlu mencatat pentingnya memperkuat keamanan maritim dan stabilitas, keamanan dan kebebasan navigasi di laut secara penuh, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui universal sesuai hukum internasional".
Pihak Filipina menganggap parlemen ASEP perlu memberikan perhatian atas perkembangan yang terjadi di Laut China Selatan akhir-akhir ini.
Adanya kegiatan reklamasi di sejumlah wilayah dianggap berpotensi dapat mengganggu stabilitas dan meningkatkan ketegangan di kawasan.
"Untuk itu perlu adanya peningkatan rasa saling percaya dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi," kata salah seorang perwakilan Parlemen Filipina.
Sementara, pihak China menilai tidak perlu mempertajam isu Laut China Selatan di dalam Draf Deklarasi tersebut. Sebaliknya, mereka menilai untuk menyelesaikan hal itu cukup mengadopsi Draf Luxemburg.
Upaya lobi
Sidang pun sempat diskors selama 15 menit untuk lobi guna menyelesaikan persoalan yang terjadi.
Parlemen Indonesia diwakili oleh anggota Komisi I sekaligus Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR, Tantowi Yahya.
Anggota Fraksi Golkar itu sepakat bahwa China harus menghentikan segala kegiatan yang berpotensi menimbulkan ketegangan di kawasan tersebut. Namun, ia juga mengingatkan bahwa keinginan Filipina untuk mengadopsi sejumlah hal di dalam draf itu tak bisa serta merta dipenuhi.
"Memang tidak boleh terlalu general. Hal-hal yang bersifat aksi yang dilakukan China harus dihindari, tapi di draf itu tidak dibahas sama sekali," ujar Tantowi.
Tantowi lantas mengusulkan perbaikan draf dengan menyesuaikan kondisi terakhir di Laut China Selatan.
Menurut dia, semua pihak di kawasan perlu menjaga perdamaian, keamanan maritim, kebebasan navigasi di laut dan menghindari tindakan sepihak yang mampu meningkatkan ketegangan.
"Dan segala sengketa maritim harus diselesaikan secara damai sesuai dengan Piagam PBB, prinsip universal dan hukum internasional termasuk UNCLOS," kata dia.
Usulan itu lantas dapat diterima baik oleh China maupun Filipina, termasuk juga mendapat dukungan dari Vietnam dan Australia.

(Dani Prabowo/Kompas.com)
      edit

0 comments:

Post a Comment