Wednesday, January 25, 2017

Published 8:33 PM by with 0 comment

Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPS di Era Global




Latar Belakang


Perubahan yang sangat cepat yang dialami masyarakat seiring dengan berkembangnya jaman yang dibarengi bertambahnya tingkat pemahaman dan juga pengetahuan manusia di bidang Sains dan Teknologi telah membawa banyak dampak bagi kehidupan manusia secara umum baik positif maupun negatif. Untuk mengiringi kemajuan yang berjalan sangat cepat samapai saat ini kita masih menggantungkan harapan pada pendidikan untuk tetap mengawal dan menjaga kehidupan sosial masyarakat yang terus berubah. Namun dunia pendidikan kita yang masih belum bisa mengejar cepatnya arus perubahan itu perlu disesuaikan dan jga dijaga sehingga tetap mampu menjawab tantangan dari perubahan dan kemajuan yang terus terjadi.
Dalam bidang pendidikan, Pendidikan Ilmu Sosial juga tidak lepas dari tantangan yang sangat keras yang berupa tuntutan akan adanya perbaikan kualitas pendidikan dan juga tenaga kependidikan. Melihat kondisi yang dihadapi dan memang harus dilewati tersebut maka sudah sepantasnya Pendidikan Ilmu Sosial mulai membenahi diri baik dari bergeser dari tatanan epistomologi kea rah pengembangan inovasi dan juga solusi bagi perkembangan pendidikan IPS ke depannya.  Dimana hal ini sangatlah sesuia dengan tujuam utama pendidikan IPS yaitu mempersiapkan warga negara yang dapt membuat keputusan reflektif dan berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan kewarganegaraandi lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Bertitik tolak pada permasalahan tersebut maka kami merasa perlu guna mengekstraksi beberapa inti dari pendidikan IPS khususnya mengenai perubahan pola berpikir yang awalnya masih berlandaskan kepada teori menuju ke arah pola berpikir kritis dan juga kreatif sehingga selain mampu menghasilkan inovasi dan juga pembaharauan hal ini juga akan membawa dampak yang sangat positif bagi peserta didik yang masih dalam tahap perkembangan. Untuk itu kami mencoba memaparkan bagaimana berpikir kritis dalam pembelajaran IPS sehingga tidak hanya membebani siswa akan maeri namun juga kita juga bisa mengasah pemikiran peserta didik guna terbiasa melatih pikirannya.
Hakekat Berpikir Kritis
Zaman ini berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks.  Satu peristiwa sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga  tidak ada peristiwa yang berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Karena pesatnya perkembangan, ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam keadaan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel (bahasa Jawa). Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
Persoalannya, apakah berpikir kritis dapat dilatih? Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu,  berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan
Berikut ini pemaparan bagaimana kita dapat memahami dan juga mengetahui berpikir kritis secara lengkap. Karena semua pusat ada di pikiran yang ada di otak kita maka pembahasannya akan dimulai dari pikiran manusia. Dalam berpikir terdapat tiga jenis informasi yang disimpan atau diingat dalam otak kita Ketiga jenis informasi itu antara lain  adalah :
a  Isi (content) yaitu apa yang dipikirkan tentang berbagai simbol, angka, kata, kalimat, fakta, aturan, metode, dan sebagainya. Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan isi.
b  Perasaan (feelings) tentang isi;
Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan emosional
c  Pertanyaan (questions) yang digunakan untuk memproses atau untuk mempergunakan isi.
Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan proses
Oleh karena itu seorang anak dapat memiliki tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan isi, kecerdasan emosional, dan kecerdasan memproses. Namun dalam hal melatih kecerdasan proses kita juga harus mulai melatih keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses seperti keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis.
Jadi dapat kita ketahui bahwa salah satu yang turut mengembangkan keterampilan proses tersebut adalah dengan kita berpikir kritis. Berikut ini beberapa indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang dikutip dari (wahyu, 2010) seperti sebagai berikut

  1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
  2. Mencari alasan.
  3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
  4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
  5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
  6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama
  7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
  8. Mencari alternatif.
  9. Bersikap dan berpikir terbuka.
  10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
  11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
  12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah
Setiap indikator dalam berpikir kritis dapat dikelompokkan menjadi beberapa pokok-pokok permasalahan. Pokok Permsalahan tersebeut antara lain adalah:
–          Merumuskan permasalahan
Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. a adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan.
–          Menangkap fakta
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. c, d, dan g adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
–          Memilih argument
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. b, f, dan l adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat.
–          Mendeteksi bias
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. h dan j, dan k adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda.
–          Menentukan akibat
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. e dan i adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui kita dapat mulai belajar melatih cara berpikir kritis kita dengan membiasakan diri selalu memperbaiki diri karena merasa masih memiliki banyak kekurangan, disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat  imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS di era global tidak hanya dituntut bisa memberikan pengetahuan kepada peserta didik baik dalam teori maupun praktik melainkan juga memperhatikan aspek berpikir dan juga pengembangan pola nalar dari peserta didik. Dengan pengembangan pola penalaran dan pemikiran ini maka secara otomatis kita akan dapat mengembangkan reflex berpikir. Pengembangan pada reflex ketrampilan berpikir serta penekanan pada reflex nilai sangat penting dilakukan oleh peserta didik dalam melakukan suatu pembelajaran.
Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu potensi yang harus dapat dikembangkan. Karena suatu kemampuan yang dimilikinya atau power resources memiliki peranan yang sangat vital dalam dunia pendidikan. Konsepsi pendidikan berpikir tersebut nantinya digunakan dalam pengadministrasian pendidikan yang lahir sebagai respons yang nantinya dapat disumbangkan dalam berbagai dimensi. Kualitas berpikir yang tinggi, nantinya akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan intelegensi seserorang itu sendiri. Konteks pendidikan berpikir ini akan dapat menggali kemampuan seseorang untuk menampakkan ide-ide brilian yang dimilikinya untuk nantinya dapat diaplikasikan ke permukaan.
Seperti yang kita ketahui tingkan intelegensi dari sesorang akan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses yang dinamakan pendidikan. Hal ini senada dengan pernyataan Lester Frank Ward ( dalam Lasmawan,2011:245) yang merupakan seorang ahli sosiologi pendidikan di Amerika menyatakan bahwa, intelegensi dapat dikembangkan melalui pendidikan. Dia mejelaskan perlunya wajib belajar yang merupakan alat bagi pemerataan. Pendapat ini banyak menarik perhatian politisi dan pakar pendidikan di Amerika. Karena pada zaman tersebut sedang berkembang kuat teori “Darwinisme” dan pendapatnya ini sangat kondradiktif dengan teori yang ditawarkannya tersebut. Karena metode yang yang diterapkannya tersebut akan dapat  menyadarkan serta memantapkan prilaku siswa sebagai seorang individu dalam menyadari tentang keinginan dan aspirasi orang lain. Serta teori Darwinisme ini akan dapat melahirkan suatu sikap pluralisme dimana seseorang akan mau menghargai perbedaan nilai, kepribadian, serta budaya yang ada dalam diri orang lain, dan dapat memupuk rasa toleransi yang sangat tinggi antar sesama.
Selain itu jika kita menilik sedikit ke belakang, kurikulum  pendidikan IPS khususnya setelah perang dunia ke II, pola pengembangan kurikulum masih sangat  didominasi oleh pemberian materi masih sangat baku sehingga secara psikologis akan membebani siswa. Sehingga Logikanya pendidikan pada saat itu hanya mengkondisikan paham-paham yang sudah pernah berkembang, dan secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi psikologis siswa. Tetapi pada pembelajaran tersebut kreatifitas si pembelajar tidak terbatas pada acuan kurikulum formal. Melainkan bisa juga hingga ke luar sekolah.
Untuk itu dalam memilih pendekatan dan model pembelajaran yang menuntut siswa agar lebih meningkatkan kreatifitasnya, seorang tenaga pendidik harus mampu mengenal tingkat psikologis dari siswanya tersebut agar siswa tidak tertekan dalam mengikuti suatu pembelajaran.
Selain itu kemandirian siswa adalah salah satu kunci dari keberhasilan bertahan dalam suatu tataran masyarakat global. Menyikapi hal itu, pembelajaran IPS disini juga sebenarnya menuntut siswa agar mampu meningkatkan kemandirian pada dirinya, walaupan kadangkal pembelajaran IPS selalu mengorientasikan manusia sebagai mahluk sosial. Menurut Stopsky dan Sharon Lee (1994) (dalam Lasmawan,2010) mengemukakan bahwa tingkat kemandirian pada siswa dapat dibelajarkan melalui sejarah. Sejarah dapat membantu siswa memahami masa lalu, masa kehidupan saat ini serta menyiapkan diri dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan. Untuk itu mereka berpendapat bahwa pembelajarharus mampu mengkoordinasikan siswa untuk melakukan refleksi terhadap sejarah masyarakat yang merupakan kekayaan ilmu pengetahuan yang tak ternilai.
Pemanfaatan Teknologi, Komunikasi, dan Juga Assessment di dalam Pembelajaran IPS
Perkembangan ilmu pengetahuan da teknologi mau tidak mau harus juga diterima pendidikan IPS sebagai salah satu ilmu yang bersentuhan langsung dengan kondisi dan aspek sosial masyarakat secara umum yang terus juga berkembanga mengikuti proses berkembangan ipteks. Untuk itu dalam pelasanaannya pendidikan IPS mau tidak mau harus ikut memanfaatkan perubahan tersebut dalam pola pengembangannya. Berikut ini beberapa contoh pemanfaatan hasil kemajuan umat manusia terhadap pembelajaran IPS ini:
  • Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran IPS
Penemuan teknologi sangat membantu dalam bidang pendidikan IPS. Kemajuan teknologi sangat berkontribusi besar dalam konteks pembelajaran IPS. Karena antara guru dan siswa akan dapat mengakses bahan pembelajaran yang baru untuk kemajuan dalam pembelajaran IPS. Forbes (1984) (dalam Lasmawan,2010) mengaitkan kemajuan teknologi dengan pendidikan berpikir dalam dimensi persekolahan. Selain itu Forbes (1984) (dalam Lasmawan,2010)  juga mengemukakan tiga teori dalam berpikir, yaitu (1) content thinking skills, (2) reasoning skills, (3) learning to learn skills. Tiga teori berpikir ini akan dapat meningkatkan pola berpikir guru dan siswa dalam peningkatan kualitas dan profesionalisme, dalam era globalisasi seperti sekarang ini.
Agar tidak terjadi penyimpangan terhadap penggunaan teknologi yang dapat menimbulkan pergeseran terhadap nilai cultural masyarakat, kondisi cultural masyarakat sangat mutlak diperhatikan. Untuk itu kita sebagai pembelajar maupun pengajar, harus mampu memilih dan memilah mana informasi yang baik dan mana informasi yang tidak baik. Untuk itu peran ekstra dari seorang guru sangat diperlukan, karena jika hanya mengandalkan kemampuan politisi dan praktisi pendidikan belum tentu akan menimbulkan efek yang baik saja. Seorang guru tidak hanya berperan sebagai transfer ilmu kepada murid-muridnya, akan tetapi seorang guru harus mampu mentranspormasi ilmu-ilmu kepada para muridnya. Andai kata hal tersebut dapat terwujud maka seorang siswa akan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Barry K. Beyer (1971) (dalam Lasmawan,2010) menyatakan bahwa pemberian kesempatan yang leluasa kepada pembelajar untuk menjelajahi alam sekitar dan diluarnya dapat menumbuhkan sikap dan ketrampilan inkuiri dikalangan pebelajar itu sendiri. Metode inkuiri ini adalah metode yang menekankan pada penganalisisan tentang realita-realita sosial yang sedang hangat dibicarakan dimasyarakat. Sehinggga pada konteks pembelajaran ini siswa dituntut untuk lebih berpikir kritis. Dan disinilah akan sangat kelihatan tidak ada kegiatan belajar tanpa berpikir.
Metode inkuiri yang berbasis metode ilmiah ini memiliki peran yang signifikan terhadap metode-metode lainnya, seperti (1) metode proses hasil dari pembelajarannya, (2) metode konstruktivis, (3) metode cooperative, (4) metode jurisprudensi sosial, dan (5) metode problem solving.
Berkaitan dengan metode diatas, yang digunakan dalam pembelajaran IPS. Joice and Weil (1986) (dalam Lasmawan,2010), juga mengemukakan 4 kelompok model pembelajaran. (1) kelompok pengelolaan informasi, (2) kelompok personal, (3) kelompok sosial, (4) kelompok sistem perilaku. Keempat metode ini sangat berperan besar dalam pembelajaran IPS yang tentunya dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi seperti, isu-isu global, kesejahtraan, permasalahan lingkungan, HAM, serta masalah-masalah sosial lainnya.
Jadi dalam pembelajaran IPS yang berperan aktif tidak hanya seorang guru saja, tetapi bagaimana cara menuntut keaktifan dari seorang siswa dengan mengunakan kecanggihan teknologi yang sudah ada, serta bagaimana cara  pemanfaatan teknologi tersebut dengan baik. Khususnya ditengah-tengah arus globalisasi yang bergerak cepat seperti saat ini.
  • Komunikasi dalam Pembelajaran IPS
Buku teks dalam pembelajaran IPS sangatlah penting. Dalam pembelajaran IPS media komunikasi sangat penting keberadaannya untuk menunjang proses dalam belajar. Karena dalam belajar IPS, tidak cukup hanya mempelajari tentang teori-teorinya saja, tetapi kita harus tau bagaimana kondisi kehidupan sosial atau realita kehidupan sosial yang sedang berkembang di masyarakat. Karena tujuan kita mempelajari teori dalam IPS adalah agar dapat di implementasikan dalam kehidupan kita dimasyarakat.
Media komunikasi seperti Televisi,  Radio, Surat Kabar serta media-media lainnya dapat kita manfaatkan demi kelancaran pembelajaran. Karena dengan penggunaan media tersebut kita akan mampu mengetahui tentang kasus-kasus yang sedang berkembang serta hangat dibicarakan yang nantinya akan dapat kita bahas dalam pembelajaran serta sebagai generasi muda tentunya kita akan dapat memberikan suatu solusi yang membangun terhadap penyelesaian kasus tersebut.
  • Penggunaan Asesmen dalam Pembelajaran IPS
           Proses belajar mengajar adalah salah satu hal yang yang instruksional dan terencana. Interaksi aktif ini membutuhkan piranti pendukung yang memada untuk mengaktualisasi tujuan yang telah ditetapkan. Kesuksesan dalam proses belajar mengajar harus selalu disertai dengan piranti pembelajaran yang memadai serta metode belajar yang efektif dan menyenangkan.
Seorang siswa yang datang ke sekolah untuk belajar, sering dikatakan siswa tersebut membawa misi yang sangat berat, yaitu mencapai kesuksesan dalam belajar. Karena permintaan dari orang tua, media massa, serta pembuat kebijakan, kesuksesan belajar siswa dapat diukur dengan angka-angka. Hal ini tentu sangat membuat siswa tertekan. Karena nilai dalam pembelajaran yang menunjukkan angka yang kecil tentunya juga menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan belajar siswa itu kecil. Sehingga disini akan dapat mempengaruhi kondisi psikologis dari siswa itu sendiri. Jadi yang harus kelihatan disini adalah bagaimana peran dari seorang guru, seorang guru harus lebih melihat aspek kognitif dari siswanya dengan mengesampingkan aspek yang lain yaitu aspek afeksi dan psikomotorik.
Memasuki abad ke 21, pembelajaran kini dapat dilakukan dengan menggunakan asesmen. Jenis asasmen yang dapat digunakan adalah (1) portofolio, (2) anekdot record, (3) catatan harian siswa, (4) lembar observasi, (5) buku laporan siswa, (6) skala sikap yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si pembelajar.
Melalui asesmen ini guru akan dapat mengetahui potensi-potensi apa saja yang ada pada diri siswanya. Bukan semata-mata dilihat dari nilainya tes tiap semester saja, tetapi dilihat bagaimana siswa tersebut melakukan proses pembelajaran. Penggunaan asesmen ini nantinya akan memberikan suatu keuntungan bagi siswa. Diantaranya yaitu, (1) mengurangi rasa cemas, (2) lebih bersifat humanistis, (3) dapat menilai diri secara komprehensif, dan (4) meningkatkan partisipasi belajar selama pembelajaran berlangsung. Tetapi penggunaan asesmen ini hanya dapat digunakan dalam jenjang pendidikan tingkat Sekolah Dasar dan Tingkat Sekolah Menengah.
Simpulan
Adapun simpulan yang dapat kami ambil dari penyusunan dari makalah ini yaitu :
  1. Berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
  2. Pembelajaran IPS di era global tidak hanya dituntut bisa memberikan pengetahuan kepada peserta didik baik dalam teori maupun praktik melainkan juga memperhatikan aspek berpikir dan juga pengembangan pola nalar dari peserta didik. Dengan pengembangan pola penalaran dan pemikiran ini maka secara otomatis kita akan dapat mengembangkan reflex berpikir. Pengembangan pada reflex ketrampilan berpikir serta penekanan pada reflex nilai sangat penting dilakukan oleh peserta didik dalam melakukan suatu pembelajaran.
  3. Perkembangan ilmu pengetahuan da teknologi mau tidak mau harus juga diterima pendidikan IPS sebagai salah satu ilmu yang bersentuhan langsung dengan kondisi dan aspek sosial masyarakat secara umum yang terus juga berkembanga mengikuti proses berkembangan ipteks. Untuk itu dalam pelasanaannya pendidikan IPS mau tidak mau harus ikut memanfaatkan perubahan tersebut dalam pola pengembangannya. Bentuk pemanfaatannya anatara lain adalah dengan memanfaatkan teknologi, komunikasi dan juga assesmen dalama pemebelajaran IPS di era global.
Sumber: https://wirasaputra.wordpress.com/
      edit

0 comments:

Post a Comment