Bangsa Mesir kuno adalah bangsa yang memiliki banyak catatan dan
capaian dalam sejarah peradaban manusia. Segenap catatan dan capaian itu
menunjukkan tingginya peradaban Mesir kala itu.
Sirius bintang terang di langit malam yang merupakan bagian dari rasi Canis Major.
Peradaban Mesir tumbuh dan berkembang dalam kultur masyarakat yang
sangat dominan dengan unsur paganisme dimana sangat banyak Dewa yang
dipuja dan disembah. Capaian Mesir kuno ini juga merupakan perwujudan
dan pemikiran terdalam terhadap inovasi, estetika dan kepercayaan.
Dalam bidang langit, Mesir kuno memiliki tradisi dan telaah terhadap
satu bintang populer di langit bernama ‘Sirius’. Sirius adalah bintang
paling terang di langit malam yang dapat dilihat tanpa menggunakan
teleskop. Bintang ini terletak pada rasi Canis Mayor dan merupakan
sistem bintang ganda. Sirius berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘seirios’
yang bermakna menyala atau sangat panas. Dalam bahasa Latin disebut
‘Canicula’, sedangkan dalam bahasa Arab disebut ‘asy-syi’ra’ atau ‘an-najm asy-syi’ra’. Sedemikian melegendanya bintang ini, di dalam al-Qur’an ia diabadikan yaitu dalam QS. An-Najm ayat 49.
Bintang Sirius memainkan peranan penting dalam kehidupan religius dan
sosial masyarakat Mesir silam. Dalam mitologinya, Sirius adalah bintang
paling istimewa dan diyakini sebagai cahaya dari langit. Pengaruh
bintang Sirius bukan semata dalam aspek religius dan mitos, namun juga
terkait aspek sosial masyarakat sehari-hari.
Bintang Sirius juga dikenal dan disebutkan dalam banyak
kebudayaan-kebudayaan silam dalam rentang waktu berabad-abad. Bintang
ini terlihat hampir di seluruh planet Bumi. Peradaban-peradaban lampau
telah mengenal baik Sirius, khususnya terkait musim dan navigasi. Jika
Mesir kuno menjadikan kemunculan pertama Sirius di langit Timur (sebelum
Matahari terbit) sebagai awal tahun, Yunani kuno mengenal Sirius
sebagai pertanda datangnya musim panas. Sementara itu bangsa-bangsa di
pasifik mengenal Sirius sebagai alat navigasi di laut. Demikian lagi
bangsa-bangsa (peradaban-peradaban) lainnya memiliki tradisi dan mitos
yang berbeda-beda sesuai kearifan sosio-religiusnya.
Dalam tradisi Mesir kuno, Sirius dipersonifikasi sebagai seorang
dewa. Ya, fenomena-fenomena alam sebagai terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dalam kepercayaan masyarakat Mesir kuno memang sangat
terkait dengan praktik sesembahan (pagan). Penyembahan dan pemujaan ini
memang didasarkan pada mitologi-mitologi tertentu yang sudah mengakar,
namun patut dicatat ia tak lepas dari pemaknaan sosial.
Dewi Isis representasi Sirius dalam budaya Mesir
Dalam sudut pandang mitos dan religius, Sirius bagi bangsa Mesir kuno
diyakini sebagai Dewi Isis (istri Osiris) yang dianggap sebagai Dewi
kesuburan. Banjir sungai Nil sendiri sebagai terjadi setiap tahunnya
diyakini oleh karena Isis menangisi kematian Osiris. Dalam konteks
sosial, Sirius digunakan masyarakat Mesir kuno menjadi petunjuk
perjalanan musim dingin dan musim panas, baik di siang hari maupun di
malam hari. Fenomena inipun telah populer dalam literasi Arab sebagai
terlihat dalam gubahan syair-syairnya.
Melalui Sirius juga Mesir kuno menghasilkan suatu sistem kalender
yang terbilang akurat dan canggih di zamannya yaitu Kalender Matahari.
Seperti diketahui, Sirius yang merupakan penanda tibanya musim panas
mulai tampak di langit Mesir sejak bulan Juli sampai Agustus. Pada saat
Sirius muncul, secara bersamaan ditandai dengan datangnya banjir sungai
Nil yang menggenangi tanah-tanah di Mesir.
Kenyataannya, fenomena Sirius dan banjir sungai Nil ini terjadi
secara periodik setiap tahun yaitu persis yaitu dalam rentang 365 hari.
Oleh karena periodisasi nan periodik ini, masyarakat Mesir secara alami
menjadikan dan menggunakan fenomena ini sebagai sistem penjadwal waktu
atau yang dikenal dengan kalender. Selanjutnya, pasca banjir ini
menyebabkan tanah-tanah yang digenangi air menjadi subur. Hal ini pada
kenyataannya menjadi berkah bagi masyarakat Mesir, dengannya mereka
memanfaatkan untuk bercocok tanam dan dapat menghasilkan panen yang
memuaskan. Namun di era modern banjir sungai Nil ini tidak terjadi lagi
sejak di bangunnya bendungan di Aswan (Mesir bagian Selatan) di era
Gamal Abdul Nasser.
Tanpa disadari, fenomena Sirius (dan banjir sungai Nil) sesungguhnya
telah membentuk peradaban Mesir yang spektakuler. Mesir kuno telah
berhasil melahirkan satu produk ‘sains’ bernama kalender yang secara
substansial berbeda dengan kalender-kalender yang pernah ada sebelumnya,
khususnya kalender dikalangan bangsa Babilonia. Fenomena Sirius (dengan
Nilnya) ini juga menunjukkan bahwa sebuah peradaban terlahir dengan
adanya interaksi sosial-religius dengan fenomena alam, dan ia dihasilkan
dengan proses yang sangat panjang dan berjalan secara natural.
Fluktuasi keadaan geografis seperti suhu udara, iklim, curah hujan, dan
kebutuhan rohani menjadi faktor terbentuknya sebuah peradaban. Dan
interaksi harian dan tahunan Masyarakat Mesir terhadap bintang Sirius
dan sungai Nil ini meniscayakan lahirnya inovasi dan akselerasi.
Sumber: https://langitselatan.com/
0 comments:
Post a Comment