Monday, November 7, 2016
Friday, November 4, 2016
Cabang Rawamangun Pulogadung berdiri diawali dengan
pengajian yang diadakan di Garasi mobil
Bapak H.M. Syarief. Pengajian dihadiri Bapak-bapak/ Ibu-ibu yang
jumlahnya antara 10 sampai 15 orang.
Penceramah antara lain : Bapak Letkol H. Bakri Syahid, Bapak H.S.
Projokusumo, dan Bapak H. Amiruddin Siregar.
Untuk meningkatkan kegiatan, pada
tahun 1964 anggota pengajian ini bersepakat membentuk ranting Muhammadiyah
Rawamangun dan menjadi salah satu ranting
Cabang Muhammadiyah Utan Kayu. Pengurusnya
terdiri atas Ketua ; Bapak H. Mohamad.
Syarief, Sekretaris : Bapak A. Rahman Romli, Bendahara : Bustami Usman, sebagai
ketua Tabligh Bapak Djaelani, dan Ketua Pemuda : Maladin I. Djauhari. Ketua Ranting ‘Aisyiyah adalah Ibu Djulaiha
Sjarief, Sekretaris ; Ibu Siti Thoyibah
Rahman Ramli, dan Bendahara Ibu Bustami.
Pengurus terpilih mengusulkan kepada PP. Muhammadiyah
melalui Wakil PP. Muhammadiyah Daerah Jakarta Raya, untuk mengesahkan
Rawamangun menjadi Cabang. Sementara
menunggu ketetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wakil Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Daerah Jakarta Raya menerbitkan surat keputusan Nomor : 14/WPP/64
tanggal 18 April 1964 yang ditandatangani oleh H.S. Prodjokusumo.
Pada tanggal 24 Jumadil Awal 1384 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 30 September 1964 PP. Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan
yang ditandatangani oleh H.M. Farid Ma’ruf (Wakil Ketua) dan M. Djindar Tamimy
(Sekretaris) mengesahkan berdiri Calon Cabang Rawamangun. Pengesahan Calon
Cabang ini didasarkan kepada (1) Surat dari Muhammadiyah Utan Kayu tanggal 23 Maret 1964 dan (2) Surat
dari Pimpinan Muhammadiyah Cabang Jakarta Nomor : 027/PTj/04-A/64, tanggal 16
April 1964.
Kepada Pengurus
Calon Cabang Rawamangun ditugaskan untuk melengkapi segala persyaratan dalam
waktu satu bulan. Untuk melengkapi persyaratan mendirikan Cabang
Muhammadiyah Rawamangun, Pengurus Ranting Muhammadiyah Rawamangun
berusaha mendirikan dua ranting lagi, yaitu Ranting Muhammadiyah Bali Timur
dengan Ketua Bapak Tarmidi dan Ranting
Muhammadiyah Klender dengan Ketua Bapak
Idi. Ranting Rawamangun diubah namanya menjadi Ranting Bali Barat.
Pengesahan pendirian Cabang Muhammadiyah Rawamangun
Pulogadung ditandai dengan diterbitkannya SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor
I.2822/Cab/74. tanggal 3 Jumadil Awal 1394 bertepatan dengan tanggal
25 Mei 1974Untuk mendukung kegiatan yang mulai berkembang dan makin luas,
Muhammadiyah mengupayakan mendapatkan tanah. Bapak Burhanudin mewakafkan uang
pinjaman beliau sebagai amal
jariyah,atas tanah seluas 2000 meter
Pengurus berupaya untuk menambah luas tanah. Atas bantuan Bapak Sumedji
untuk yang kedua kalinya, Muhammadiyah memperoleh tambahan lahan seluas lebih
kurang 1500 meter persegi. Pada tahun
1965 di atas tanah tersebut dibangun mushalla dengan ukuran 10 x 12 meter
persegi, lantai difloor, berdinding
papan. Dengan telah didirikan Mushalla
ini, maka dimulai pula mendirikan shalat
Jumat.Jamaahnya hanya satu shaf. Di
Mushalla ini pula dimulai kegiatan pendidikan dengan mendirikan Madrasah Diniyah. Muhammadiyah mengupayakan mendirikan ruang
kelas sebanyak 2 ruang yang dibangun di samping mushalla
Pada tahun 1969, PCM Rawamangun Pulogadung mengajukan
permohonan bantuan gedung kepada
Gubernur DKI Jakarta.
Pengurus menghadap Bapak H.M. Ch.
Ibrahim (anggota BPH DCI). Alhamdulillah, PCM Rawamangun Pulogadung mendapat bantuan satu unit bangunan yang
terdiri dari 6 ruang belajar, satu ruang Kepala Sekolah dan Rumah penjaga
sekolah. Serah terima gedung dilaksanakan pada tahun 1970. Pihak Pemerintah DKI diwakili oleh Bapak Drs.
Soewondo (Wakil Gubernur DKI) dan Pihak Muhammadiyah diwakili oleh A Rahman
Romli. Selanjutnya Mushalla dan ruang 2 kelas yang ada
dibongkar. Shalat Jum’at dilaksanakan menggunakan 2 ruang kelas. Gedung baru ini ditempati oleh
Sekolah Teknik Islam (setingkat SMP), SD Islam dan TK ‘Aisyiyah.
Pada tahun 1970
Muhammadiyah mendapat bantuan sebidang tanah kapling di Jalan Rukem Rawamangun seluas 280 meter
persegi. Bantuan ini atas upaya dari
Bapak Drs. Sumedji dan Endjo Djahuri. Tanah tersebut diperuntukkan untuk TK ‘Aisyiyah.
Luas tanah yang dimiliki Muhammadiyah di Jalan Balai
Pustaka Barat mencapai 3.495 meter. Karena luas tanah cukup memadai,
maka Pemda DKI memberikan bantuan gedung satu unit lagi pada tahun 1973.
Gedung ini diperuntukkan untuk SD Muhammadiyah 24. Serah terima gedung
dilaksanakan pada tahun 1974. Pada saat
serah terima, pihak Muhammadiyah diwakili oleh Drs. A. Nawas Risa dan pihak pemda diwakili oleh Urip Widodo
(Wakil Gubernur DKI).
Untuk memperkuat status kepemilikan tanah,
Muhammadiyah mengurus pensertifikatan tanah seluas 3.495 meter ke Agraria DKI
Jakarta. Pengurusan untuk memperoleh sertifikat tanah dimaksud Muhammadiyah
dibantu oleh Bapak H. Endjo Djahuri (pegawai Agraria DKI Jakarta). Pengurusan
pensertifikatan tanah ini menggunakan data kepemilikan foto copy “ferfonding”
(kalau tulisannya salah dibetulkan). Akhirnya Kepala Agraria mengeluarkan
sertifikat dengan status hak yaitu “Hak Pakai”.
Untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat dan siswa, pada tahun 1976 Muhammadiyah mendirikan
Masjid berbentuk persegi enam seluas 210 meter persegi. Masjid tersebut diberi
nama masjid Ar-Rahman. Ketua Panitia
Pembangunan adalah Bapak H. Iman Anis, SH. Dana untuk penyelesaian pembangunan masjid bersumber dari infaq panitia,
pengurus, dan masyarakat sekitar.
Bangunan masjid selesai dikerjakan dalam waktu 6 bulan.
Sejalan dengan makin meningkatknya minat masyarakat
untuk menyekolahkan putra/putri mereka di SD Muhammadiyah 24, maka kebutuhan
ruangan untuk menampung jumlah siswa yang mendaftar bertambah. Untuk itu pada tahun 1980 Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung membongkar
sebagian ruangan yang ada (di sebelah selatan) dan di atasnya dibangun gedung
berlantai dua.
Pada tahun 1986 PCM Rawamangun Pulogadung mengajukan permohonan izin kepada Pemda DKI Jakarta untuk
membongkar bangunan yang terletak di sebelah utara, yaitu bangunan lama
berlantai satu. Di atas tanah tersebut
PCM Rawamangun Pulogadung membangun gedung berlantai tiga, dengan nomor IMB. : 04713/IMB/1985. Bangunan
ini diperuntukkan untuk SMA 11.
Pada tahun 1985 Muhammadiyah Rawamangun mendapat wakaf
tanah dari Bapak H. Hermanto Pane di Penggilingan Cakung seluas 500 meter.
Tahun 1990 PCM Rawamangun Pulogadung membangun gedung sebanyak empat ruang
belajar diperuntukkan untuk SMP
Muhammadiyah 30. SMP Muhammadiyah 30 ini semula dikelola oleh PDM Jakarta
Timur. Karena jalannya yang terseok-seok,
tanggungjawab pengelolaannya diserahkan oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Jakarta Timur kepada PCM Rawamangun Pulogadung. Untuk memperluas halaman sekolah pada tahun
1994 PCM Rawamangun Pulogadung membeli tanah seluas 150 meter dari Bapak Drs.
H. M. Natsir Bakri. Selanjutnya pada tahun 1995 membeli tanah lagi seluas 300
meter, tahun 1999 seluas 165 meter, tahun 2000 seluas 188 meter.
Tahun
2004 Muhammadiyah membeli tanah di Jalan Bekasi Timur seluas 3646 meter,
terdiri atas dua sertifikat. Sertifikat 601 seluas 2530 dan sertifikat 653
seluas 1.116. Di atas tanah tersebut direncanakan dibangun gedung untuk SMA
Muhammadiyah 11.
Thursday, November 3, 2016
Sejarah mencatat bangsa Indonesia dibangun dengan
pondasi kebhinekaan – kemajemukan. Soekarno – Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dengan membacakan teks proklamasi, “Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia…”. “Kami bangsa
Indonesia” bukan “Kami kaum muslim”, atau bukan “Kami orang pribumi”, “Kami
bangsa Indonesia” mencerminkan penghargaan terhadap kebhinekaan. Perjuangan
menuju kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengindahkan
perbedaan-perbedaan, baik kesukuan, agama, ras, dan golongan.
Demonstrasi yang dilakukan “Pencinta Kebhinekaan”
pada tanggal 4 November 2016 berasal dari berbagai daerah menuju Masjid
Istiqlal Jakarta – meetingpoint. Agenda khusus demonstrasi – aksi damai
ini adalah memperjuangan keadilan hukum bagi terduga penista agama yang dilakukan
oleh pejabat publik – Gubenur DKI Jakarta – Basuki Tjahaja Purnama – Ahok.
Aksi ini didasarkan pada kecintaan bangsa Indonesia
terhadap kesatuan NKRI, bukan tunggangi oleh kepentingan politik semata. Memperjuangkan
kebhinekaan jauh lebih penting dibandingkan kepentingan politik golongan. Diharapkan
dikemudian hari tidak ada lagi orang atau golongan yang akan mengancam NKRI –
hukum harus ditegakan!.
Wednesday, November 2, 2016
"Peran
kaum guru dalam perubahan, seperti keberadaan nabi-nabi tanpa
senjata." – Niccolo Machiavelli, Filosof Italia,
1456-1527.
SAAT ini
masyarakat semakin memberhalakan harta dan jabatan, hidup dengan
kepentingan-kepentingan individual tanpa peduli sesama. Kekerasan berlabel SARA sudah tak terhitung jumlahnya. Lalu apa
solusinya? Menurut para filosof, "pendidikanlah" senjata paling ampuh
untuk menepis serangan radikalisme, hedonisme, dan eksklusivisme semacam itu.
Pendidikan
sebagai sarana humanisasi diharapakan mampu melahirkan wakil-wakil (khalifah)
Tuhan untuk mengatur alam semesta dan peradabannya. Tentu peradaban yang selalu
memihak pada kebenaran, keadilan, melawan kebatilan, kesenjangan, kebodohan,
dan keserakahan (korupsi), serta menghapus hukum rimba, seperti yang dikatakan
Thomas Hobbes (1588- 1679), manusia adalah pemangsa manusia lainnya, "homo
homini lupus". Kemudian diganti dengan "homo homini
socius", manusia adalah adalah sahabat bagi sesama.
Kehadiran kaum
guru, sejatinya seperti diutusnya para pahlawan ke muka bumi. Sebagai
penyelamat dari belenggu yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan di
atas. Lalu, apa saja tugas guru dalam menyelamatkan (salvation) manusia
dari kehancuran dan kebinasaan?
Peran Strategis
Pertama, guru
yang baik akan selalu menjadi pelita (rahmat) bagi alam semesta. "Dan
tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam." (QS 21:107).
Rahmat artinya
kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat
diartikan dengan kasih sayang. Jadi, guru harus mendidik murid-muridnya dengan
kasih sayang. Sebagaimana Tuhan mengutus para nabi kepada seluruh manusia
sebagai bentuk kasih sayang-Nya yang terbesar.
Pendidikan
harus dilakukan dengan proses lemah lembut dan kasih sayang. Ketika murid telah
mencintai gurunya, maka proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan
harmonis. Apabila kenyamanan berkomunikasi sudah terjalin, maka transmisi
pengetahuan dan nilai serta internalisasi karakter pun mudah melekat pada jiwa
anak.
Mendidik anak
dengan cinta tidaklah mudah. Diperlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi.
Namun, bukan berarti dengan kesulitan itu lantas guru seenaknya saja.
Diperlukan strategi khusus untuk melakukan itu. Misalnya, dengan melihat
kemampuan dan potensi siswanya dengan baik, fleksibel, dan tidak terlalu
protektif kepada anak. Pun pembelajaran yang dilakukan harus rileks dan
menyenangkan (joyful study).
E Handayani
Tyas (2013) mengatakan, guru diharapkan dapat menjadi pendidik yang memenuhi
tiga kunci, yakni dasar pendidikannya adalah kasih sayang, syarat teknisnya
adalah saling percaya, dan syarat mutlaknya adalah kewibawaan.
Pendidikan
yang dilakukan dengan kasih sayang akan melahirkan pengasih-pengasih
selanjutnya, generasi yang peka dengan keadaan sosial, demokratis, inklusif,
toleran, penuh persaudaraan dan perdamaian. Bukan generasi angkuh, egois, dan
radikal.
Kedua, guru
memberikan petunjuk ke jalan yang benar. "Sesungguhnya Kami mengutus kamu
dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang
pemberi peringatan." (QS 35:24).
Salah satu
tugas guru adalah sebagai mursyid, yakni pembimbing ke arah kebaikan, penuntun
ke jalan hidup yang benar. Syarat untuk menjadi guru yang mursyid adalah harus
memiliki wawasan luas tentang berbagai disiplin ilmu, memiliki kejernihan hati,
sikap kesederhanaan dan ikhlas.
Mursyid dalam
ilmu tasawuf biasanya disematkan kepada guru sufi, yaitu orang yang ahli
memberi petunjuk dalam bidang kebatinan. Para mursyid dianggap golongan pewaris
para nabi dalam bidang penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs).
Dengan peran
mursyidnya, guru diharapkan mampu mencetak manusia yang memiliki hati, sifat,
ucapan, dan perilaku yang bersih dan suci. Bersih dari kedengkian, ketamakan
harta, pemujaan jabatan, dan korupsi.
Ketiga, guru
memberi peringatan kepada murid-murid dan masyarakat. "Dan tidaklah Kami
mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi
peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS
6:48)
Guru adalah
kaum intelektual yang membantu murid-muridnya untuk mencapai tujuan pendidikan
dan kebenaran sejati. Namun perlu diingat, guru juga manusia biasa, bukan
malaikat. Seperti nabi yang hanya sebagai penyampai pesan dan pemberi
peringatan bagi kaumnya.
Proses
belajar-mengajar harus dilakukan tanpa unsur paksaan. Memaksakan kehendak anak
didik dalam belajar tak akan memberi bekas sedikit pun bagi perkembangannya.
Seperti dakwah para nabi kepada umatnya yang dilakukan dengan pendekatan
persuasif tanpa paksaan, apalagi kekerasan. Dakwah pada hakikatnya meyakinkan
manusia agar selalu berjalan dalam koridor kebenaran. Dakwah bukan mencerca,
mengejek, mengancam, atau bahkan meneror.
Keempat, guru
menjadi teladan yang baik. "Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk
menyempurnakan akhlak." (HR Ahmad). Salah satu faktor penting keberhasilan
para Nabi dalam mendidik dan membimbing umatnya, sebelum berdakwah mereka telah
menjadi living model (teladan). Mereka adalah orang-orang pertama yang
melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Dengan itu umat pun
mudah mengamalkan dan meniru ajarannya.
Sesuatu yang
akan membingungkan murid bila ucapan guru dan perilakunya berbeda. Murid-murid
tak tahu siapa yang harus dicontoh, dan apa arti dari keluhuran budi dan
kemuliaan akhlak. (Syafi’i Antonio, 2009: 195).
Akhir kata,
guru sebagai pahlawan dan pewaris para Nabi memiliki peran besar dalam
pencerdasan, pencerahan, dan penyelamat bangsa dari keterpurukan moral manusia yang gila harta, pemuja
jabatan, wanita, dan korupsi. Wallahu A’lam Bishawab! -Edi
Sugianto-
Subscribe to:
Posts (Atom)