Tujuh tahun setelah
berdirinya Muhammadiyah, pada tahun 1918 dibentuklah kepanduan Hizbul Wathan (baca HW). Berdirinya HW jelas
melalui proses yang cukup lama dipersiapkan. Sang Kyai (KH Ahmad Dahlan)
setelah sukses mendirikan Muhammadiyah, beliau merasa gelisah melihat anak
pribumi yang jauh dari disiplin, kotor, berpakaian jauh dari kesan bersih dan
perilaku hidup sehari-hari yang tidak teratur.Beliau sering keliling di luar
keraton Yogyakarta melihat masyarakat miskin bangsa sendiri yang hidup memprihatinkan.
Sebagai ustad dan berpendidikan agama Islam yang langsung belajar ke Tanah
Suci, tentu saja beliau merasa terpanggil untuk memperbaiki kehidupan bangsanya
sendiri.
Selesai shalat subuh, suatu
hari Sang Kyai berjalan-jalan menghirup udara pagi yang segar. Tanpa beliau
rencanakan, sampailah melewati asrama tentara Belanda. Dari luar pagar asrama
beliau tertarik memperhatikan puluhan anak-anak Belanda yang sedang berlatih
baris-berbaris dan upacara menaikkan bendera. Baju anak-anak tersebut terlihat
rapi, bersih, dan seragam. Dari kejauhan terlihat gagah dengan barisan yang
teratur. Sangat menarik hatinya. Belakangan, beliau baru paham kalau yang
beliau saksikan pagi itu adalah organisasi kepanduan yang dibentuk oleh
pemerintah Hindia Belanda yang disebut
Patvinder atau Kepanduan. Setelah cukup lama beliau menyaksikan, timbullah ide
di pikirannya. Sambil berjalan menuju ke rumah, beliau berpikir sebaiknya
Muhammadiyah juga mendirikan kepanduan yang khusus untuk anak-anak pribumi.
Kepanduan HW akhirnya
berdiri. Kata Hizbul Wathan diambil dari kosa kata bahasa Arab, yang uniknya
bukan Sang Kyai yang memberi nama HW tapi justru dari anggota biasa
Muhammadiyah.Hal ini juga terjadi pada pemberian nama Muhammadiyah yang juga
diberikan oleh salah seorang murid beliau yang juga jadi pengurus
Muhammadiyah.Hizbul Wathan bisa diartikan pembela
tanah air atau boleh juga diartikan cinta
pada tanah air. Kata HW ada kesan The
Hero, nasionalisme terhadap tanah air siap berjuang untuk bangsa dan
negara. Keren kan? Apalagi pada masa
HW berkembang di masa itu, datanglah seorang anak muda yang bernama Soerdirman
yang juga berprofesi sebagai guru, ikut bergabung dengan melatih HW dan
mengajarkan hormat yang dipakai sampai saat ini secara nasional. Soedirman akhirnya
dikenal sebagai Panglima Besar TNI dan berjuang mempertahankan kemerdekaan RI
sampai akhir hayatnya. HW dan Muhammadiyah tentunya bangga dengan kebesaran
nama Panglima Basar Jenderal Soedirman yang merupakan didikan HW dan
Muhammadiyah.
Ketika HW berkembang di
Kesultanan Yogyakarta, Patvinder milik belanda menawarkan kerja sama dengan
cara bergabung dan disatukan. Dengan cerdas dan sopan Kyai menolak ajakan itu.
Patvinder tak patah semangat, lalu mengajak dengan cara lain yaitu mengajak
latihan bersama. Hal ini juga ditolak oleh Kyai karena tak ingin ajaran HW yang
utama yaitu Al Islam menjadi terancam dan dibonsai oleh Patvinder. Tidak juga
mau menyerah, Patvinder mengundang Kyai dalam pertemuan ulang tahun Patvinder.
Sebaliknya, Kyai juga harus mengundang Patvinder dalam ulang tahun HW. Yang
terakhir ini kyai tidak keberatan tapi tetap menjaga jarak dengan cara yang
baik.
Sepeninggal Kyai Haji Ahmad
Dahlan dan Jenderal Soedirman HW terus berkembang di seluruh sekolah-sekolah
Muhammadiyah dan di masyarakat umum.Tahun 1964 melalui instruksi Presiden
Soekarno berdirilah Pramuka. Semua bentuk kepanduan harus melebur ke dalam
Pramuka. Yang menolak akan diambil tindakan tegas alias dicabut izinnya,yang
membangkang akan ditangkap atau dikriminalisasi. Untuk menyelamatkan eksistensi
HW, pengurus Muhammadiyah dan HW sepakat membekukan kegiatan HW dengan waktu
tak terbatas. Pentolan-pentolan HW yang terkenal diwajibkan masuk ke Pramuka
untuk membesarkan nama Pramuka. Sejak itulah, semua kepanduan lebur ke dalam
Pramuka dan satu-satunya menjadi kepanduan di tanah air.
Setelah reformasi 1998, yang
waktu itu dimotori oleh Dr. Amien Rais untuk menurunkan kekuasaan Orde Baru
yang presidennya adalah Soeharto, para pentolan HW yang berkiprah di Pramuka
kembali membangkitkan HW yang lama tertidur panjang selama puluhan tahun.
Soeharto dan Orde Barunya tetap tak mengizinkan HW eksis kembali. Tahun 2000
momentum kebangkitan HW dikumandangkan. Tokoh-tokoh HW yang berada di Pramuka
kembali ke kandang utamanya. Mereka bahu-membahu membangkitkan HW dari tidur
panjangnya.Usia mereka yang telah lanjut, tak menghalangi mereka untuk terjun
langsung membina HW yang terlanjur hampir dilupakan sama sekali. Melalui keran
kebebasan yang disuarakan tokoh reformasi Amien Rais dan kawan-kawannya,
Pengurus Pusat Muhammadiyah pun mengeluarkan instruksi agar kembali
mengaktifkan HW di seluruh tanah air.Keran kebebasan telah dibuka!
Sebenarnya HW hampir dijegal
kembali oleh Undang-Undang Pramuka. Melalui Menteri Pemuda dan Olahraga HW
diminta untuk tetap di dalam Pramuka. Tokoh HW mencoba beraudensi dengan sang
menteri, tapi gagal karena sang menteri tetap bersikukuh HW harus masuk
Pramuka.Siapa sih menterinya? Beliau adalah Dr.Andi Malarangeng pada tahun
2010. HW berbalik mengancam kalau sang Menteri berani mengusik HW. Para tokoh
HW siap membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji keabsahan
Undang-Undang Pramuka. Untunglah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tak
meratifikasi Undang-Undang Pramuka.Meskipun malu-malu kucing, pemerintah tak
mungkin lepas tangan, karena HW membina generasi remaja dan pemuda menjadi
kader bangsa. Apanya yang salah? Mungkin ini hanya persoalan gengsi saja. Toh,
HW telah melaksanakan Jambore sebanyak 3 kali setelah Orde Reformasi yaitu
tahun 2005 di Malang, Jawa Timur, tahun 2010 di Kaliurang, Yogyakarta, dan
tahun 2015 di Bantimurung, Sulawesi Selatan.Semua difasilitasi oleh Pemda
setempat.
Gerakan kepanduan HW merupakan
gerakan pembinaan generasi yang mungkin tertua di tanah air, jauh sebelum
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Ciri hormat pada bendera direkayasa
oleh HW yang diajarkan oleh Jenderal Soedirman. Kegiatan HW pada prinsipnya
sama dengan kepanduan di seluruh dunia, melatih anak hidup di alam terbuka dengan
menjaga kelestarian alam, mencintai, dan hidup bersama dengan makhluk ciptaan
Allah yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Pandu HW dan Janji
Pandu HW. Semua diawali dengan nama Allah dan Rasul-Nya. Sayangnya tempat
berlatih HW di sekolah kita memang kurang memadai. Sulit sekali mencari
lapangan terbuka berupa tanah lapang yang tidak ditutupi beton.
Mencari pelatih HW yang masih
muda dan enerjik untuk saat ini sangat sulit sekali. Yang tua-tua tentu sulit
diharapkan secara langsung turun ke lapangan. Sementara generasi muda
Muhammadiyah tampak tak tertarik menekuni kegiatan HW. Ironisnya, HW
disekolah-sekolah Muhammadiyah melalui instruksi PP Muhammadiyah diwajibkan.
Daya dukung dan sarana yang tersedia juga sulit. Mencari pelatih yang fresh dan siap di lapangan ibarat
mencari jarum ditumpukan jerami.Sulit! Tentu tetap ada jalan keluar, kalau kita
mau HW ini tetap lestari. Di sisi lain, ada kewajiban semua guru ikut mendukung
kegiatan HW, tapi di Rawamangun, kenyataannya , jauh panggang dari api. Pembina dilarang mengeluh, karena salah
satu janji HW adalah: HW itu melaksanakan perintah dengan tidak mengeluh.
Kembali pada cita-cita Kyai
Haji Ahmad Dahlan dalam mendirikan HW. Inilah adalah tantangan bagi
Muhammadiyah dan tokoh-tokoh HW yang umumnya telah berusia lanjut dan
sepuh.Kuncinya adalah Regenerasi. Tapi, apa tandanya? Untuk daerah ibu kota(DKI
Jakarta) semestinya HW lebih mudah dalam berkiprah. Dana dan sumber daya
manusia juga cukup. Nyatanya, HW susah sekali menyatukan langkah karena
masing-masing kabilah bergerak sendiri. Ada saja orang-orang yang mengail di
air keruh. HW dikambinghitamkan sehingga sulit mencari format kegiatan yang
kondusif. Saya kira perlu tetap mempertahankan eksistensi HW agar tetap mejadi
benteng bagi pembinaan generasi remaja dari terkaman narkoba, maksianisasi, dan
miranisasi.
Sebenarnya kalau dicermati
keinginan Kyai Ahmad Dahlan dalam membentuk kepanduan HW di bawah payung besar
Muhammadiyah, penulis kira sederhana saja.Pertama, beliau menginginkan
pembelajaran Agama Islam bisa ditanamkan dengan contoh langsung tanpa melalui
ceramah seperti sholat, puasa, kebersihan diri dan busana. Cinta pada
lingkungan, salah satu yang beliau tanamkan dengan cara menjaga kebersihan.
Tidak membedakan kaya dan miskin, bersama-sama menegakkan ajaran Islam dari
sumbernya langsung, Al Qu’ran dan As Sunnah Rasul-Nya.Islam yang toleran
dengan saudara sebangsa dan setanah air
meskipun berbeda agama dan keyakinan. Memegang teguh ajaran Islam meskipun
dunia dan zaman akan selalu berubah.HW rasanya tepat untuk mendidik generasi
Islam yang tangguh, yang tak lekang karena panas, dan tak lapuk
karena hujan.
Kedua, HW harus mampu hidup
di alam meskipun dengan cuaca yang terkadang ekstrim seperti di pegunungan atau
disiram hujan badai. Begitulah pelatihan HW yang diajarkan oleh generasi HW
yang paling awal dan generasi berikutnya. Berkemah , tidur,beribadah, makan,
dan minum dilakukan dengan penuh semangat tanpa mengeluh. Tentu saja tetap berusaha
menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dan marabahaya yang mungkin akan
menghadang, tetap diperhitungkan, seraya memohon kepada Allah SWT agar
terhindar dan bisa mengatasi dari semua kesulitan tersebut.
Ketiga, kegiatan HW juga
mendidik pesertanya agar mempunyai keterampilan kepanduan seperti tali-temali,
mencari jejak, macam-macam bentuk sandi, morse, kompas, dan obat-obatan
sederhana. Mampu mendirikan tenda dan memasak makanan untuk kebutuhan
regu.Bekerja sama dalam regu yang dipimpin ketua regunya merupakan bentuk cikal
bakal mengejawantahi organisasi yang solid dan terpadu yang sarat dengan jiwa
sosial, mampu menolong diri sendiri dan orang lain dengan ikhlas.Itulah
bentuk-bentuk pelatihan HW yang nantinya menghasilkan manusia yang tangguh menghadapi
Perkembangan HW di Perguruan
Muhammadiyah Rawamangun
Bagaimana perkembangan HW di
Perguruan Muhammadiyah Rawamangun? Pertanyaan ini perlu sedikit dipaparkan agar
bisa dipahami oleh Stakholder agar jangan
ada yang keliru memahaminya.Rawamangun ikut bergerak mengaktifkan kembali HW
dengan mengirim beberapa orang guru SD, SMP, dan SMA mengikuti pelatihan di
Cisarua-Puncak. Pada saat itu Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 31, Drs. H. Nasir
Hamzah juga ditunjuk sebagai inisiator di Rawamangun untuk membangkitkan HW
kembali setelah keran demokrasi dibuka oleh Prof.Dr.H.M.Amien Rais MA yang
waktu itu menjadi ketua MPR RI.
Sejak tahun 2000 itulah
kebangkitan HW mulai terlihat di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun. Ada yang
masih belum paham apa itu HW? Penulis sendiri sama bingungnya dengan guru-guru
di lingkungan Perguruan Muhammadiyah.Setelah mengikuti pelatihan(upgrading)baru paham apa itu HW. Di
pelopori oleh SMP Muhammadiyah 31 dibentuklah Qabilah HW di Perguruan
Muhammadiyah Rawamangun. Mengapa SMP Muhammadiyah 31memelopori? SMP
Muhammadiyah 31 memang lebih mempersiapkan diri untuk melaksanakan kegiatan HW
setiap minggu meskipun dari tahun ke
tahun waktu kegiatan berubah-ubah, tapi tidak pernah vakum.Tahun 2010, untuk
pertama kalinya SMP Muhammadiyah Rawamangun dikirim mengikuti Jambore
Nasional(Jamnas)HW di Kaliurang, Yogyakarta atas nama Perguruan Muhammadiyah
Rawamangun. Dan di tahun 2015 kembali SMP Muhammadiyah 31 dikirim mengikuti
Jamnas HW di Bantimurung, Sulawesi Selatan.Ini semakin mempertegas bahwa HW
harus terjaga eksistensinya dan diharapkan lebih kreatif.
Sampai hari ini SMP
Muhammadiyah 31 konsisten melaksanakan kegiatan HW. Setiap hari Rabu HW
melaksanakan kegiatan dan latihan meskipun tempat latihan terbatas. Yang wajib
mengikuti kegiatan HW di SMP Muhammadiya 31 adalah kelas 7. Orang tua telah
diinformasikan bahwa putra-putrinya yang di kelas 7 diwajibkan mengikuti
kegiatan HW karena nilai ekstrakurikuler HW merupakan salah satu syarat untuk
kenikan kelas.Di samping itu HW juga melaksanakan perkemahan
Sabtu-Minggu(Persami) sekaligus pelantikan anggota baru.Dalam setahun
dilaksanakan sekali agar tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di sekolah.
Waktunya diambil sekitar 2-3 bulan sebelum ulangan umum.
Semua kegiatan HW pada dasarnya
sama dengan kegiatan Pramuka. Nilai tambah HW adalah pembelajaran pada praktik
ibadah wajib dan sunnah agama Islam. Ini adalah syarat mutlak. Semua kegiatan
harus dilandasi dengan syariat Islam yang langsung dipraktikkan. Keterampilan HW
dibagi dua secara garis besar: Praktik ibadah Agama dan keterampilan Kepanduan
yang harus dikuasai oleh seorang pandu,Untuk tingkat SMP kepanduan HW disebut Pengenal terdiri dari: Pengenal Purwa, Pengenal Madya, dan
Pengenal Utama.Ujian kenaikan tingkat dilaksanakan berdasarkan kemampunnya
dalam praktik ibadah dan hafalan ayat-ayat Al Quran yang telah dikuasai.Yang
kedua adalah kemampuan menguasai keterampilan kepanduan yang seyogianya harus
dikuasai.
Itulah sekilas kegiatan HW
di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun.
Harapan penulis, jangan sampai apa yang telah dicapai sekarang menjadi sia-sia
karena sulitnya mencari pelatih yang
enerjik dan handal, akhirnya HW menjadi
korban. Harapan ada ini tentu diletakkan pada pundak pengurus Majelis Dikdasmen jika HW ingin tetap eksis. Di
sekolah-sekolah Negeri Pramuka diwajibkan, mengapa tidak di sekolah-sekolah Muhammadiyah, HW seharusnya diwajibkan
meskipun tak mendapat perhatian dari pemerintah. Semoga ini menjadi ketetapan
Pengurus meskipun pengurus yang sekarang
akan mengalami regenerasi pada bulan Agustus 2016.
Usul dan Saran
HW lahir dan besar tanpa bantuan apa pun dari
siapa pun. Ini tidak berarti HW menolak kerja sama dengan pihak mana pun
terutama pemerintah. Tujuan HW adalah mendidik anak bangsa agar berguna bagi
agama dan bangsa yang besar ini. Sebaiknya HW bersifat inklusif dan jangan
eksklusif. Tidak menutup diri dari ajakan membangun bangsa ini asal keyakinan
agama tidak direduksi oleh pihak-pihak yang anti Islam. Gerakan HW memang
berdasarkan agama Islam yang rahmatan lil’alamin, tapi tidak berarti HW menolak
kerja sama dalam bentuk mu’amallah dengan saudara-saudara sebangsa yang
non-Muslim. Kesepahaman dalam berbangsa itu penting, karena bangsa ini dibangun
atas bermacam-macam agama dan keyakinan yang telah ada sejak ratusan tahun yang
lalu.
HW harus siap melanjutkan
cita-cita Muhammadiyah yang telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan lintas
negara. Peninggalan Sang Kyai, dalam buku novel dan film disebut Sang Pencerah harus dipertahankan warga
dan pengurus Muhammadiyah. Dua warisan besar Kyai Haji Ahmad Dahlan:
Muhammadiyah dan HW jangan sampai hilang ditelan zaman karena tongkat estafet
terputus. Bahayanya adalah, pengurus Muhammadiyah dan HW tergerus mentalnya
oleh iming-iming materi, kedudukan, dan eksistensinya di luar Muhammadiyah,
maka pembinaan HW akan terancam. Matahari yang terang bersinar dengan kilauan
cahayanya akan meredup. Tentu semua Pengurus yang berjiwa Muhammadiyah dan HW
akan menangis. Semoga itu tidak terjadi. Wallahu alam bissawwab (Herifial Sikumbang)
0 comments:
Post a Comment